Part I - Exploring Kayutangan: A Night to Remember with Jaki
Malam ini, ingatan gue kembali ke Malang, tepatnya tanggal 17 Desember 2023.
Gue super seneng, karena keputusan akhir lokasi family gathering di Jawa Timur (Malang, Batu, dan Probolinggo). Selain karena gue begitu ingin melihat keindahan sunrise Bromo, itu artinya, kemungkinan besar gue juga bisa ketemu langsung sama sahabat gue, Jaki, yang mangkal di Malang. Langsunglah gue WA pada saat itu juga, buat nanya, "Jak, kamu masih di Malang ga tanggal 17-19 Desember?" Dan ternyata, dia ada di Malang!
Di Part I ini, gue hanya akan menceritakan pengalaman hari pertama gue di Jawa Timur, utamanya (lebih detail) petualangan malam hari di Malang tanggal 17 Desember. Ga mungkin gue ceritakan langsung pengalaman selama 3 hari, bakal panjang banget dan pastinya ga akan detail jadinya serta biar bikin penasaran hahaha (PD banget gue).
Malam sebelum hari H keberangkatan, gue memutuskan untuk begadang. Selain untuk menyelesaikan packing-an, juga demi meminimalisir ketinggalan pesawat. Barang bawaan gue cukup banyak karena perjalanan kali ini, destinasinya bukan hanya Jawa Timur, tapi akan berlanjut ke bagian pulau jawa lainnya yakni Banten dan Jakarta, kemudian melanjutkan lagi perjalanan ke Makassar, tepatnya di kampung halaman gue untuk liburan akhir tahun. Bukan hanya pakaian, tapi carrier dan backapack gue juga dipenuhi oleh-oleh khas Bali. Yaa, sekarang gue domisili Bali, musabab pekerjaan.
Gue udah merencanakan skenario agar ga telat ke airport dan tentunya pilihan kendaraan yang nyaman buat ke bandara. "Setelah subuhan, gue akan langsung pesan grab" kata gue sambil packing. Sekedar informasi, gue dan temen-temen kantor menaiki pesawat pertama, leaving dari Bandara Ngurah Rai Denpasar tujuan Juanda Surabaya di Sidoarjo, boarding 6.35 AM. Jadi maksimal kami harus berada di airport 6 AM. Namun, rencana selalu aja punya plot twist-nya sendiri, yaa. Gue mulai ngorder driver dari jam 5 subuh melalui aplikasi grab, tapi ga ada respon dari driver yang berhasil mengambil orderan gue. Setelah beberapa kali cancel, akhirnya gue ketemu juga driver yang langsung reply, Saya ke sana sekarang, pertanda bahwa gue akan segera dijemput, ga seperti orderan sebelumnya yang masuk ke driver-nya tapi ga jalan (stay di tempat berdasarkan pengamatan peta aplikasi). Kemungkinan besar masih tidur. Menyebalkannya, jalan yang dilalui driver yang jemput gue ternyata ketutup (ada perbaikan jalan), sehingga mau ga mau harus muter lagi, di mana pada saat itu, satu menit yang terbuang sangat berarti bagi gue.
Setelah beberapa drama, akhirnya driver nyampe di depan kostan gue, segeralah gue bantu menaikkan carrier dan backpack ke dalam mobil.
"Pak, bisa sampai di bandara sebelum jam 6 ga? tanya gue.
"Bisa, kok, mba, tenang, flight mba jam berapa? tanya driver.
"Jam 7, sih pak, tapi maksimal sudah harus ada di airport jam 6" jawab gue.
Karena jalanan sepi dan kostan gue luamayan deket sama airport, mobil parkir juga di departure terminal bandara jam 6 kurang dikit. Dengan carrier 80 liter dan backpack yang cukup berat, gue bergegas turun dari mobil dan berlari masuk. Guess what? yaa semuanya udah ada di dalam bandara. Ponsel gue udah berdering, sih, beberapa kali ketika di kostan dan jalan menuju bandara, karena temen-temen udah mulai check-in bagasi (padahal ini adalah booking-an grup, jadi harus check-in bareng-bareng).
Huuu, pagi yang cukup riweh. Bertemu dengan teman-teman kantor, menyelesaikan check-in dan naik ke waiting room.
6.35 AM waktunya boarding, dan tepat 7 AM pesawat taking-off menuju Sidoarjo. Sampai di Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo, gue seneng campur haru, ingatan gue kembali ke tahun 2021, ketika gue pertama kali landing di bandara ini (mahfum, untuk pertama kalinya gue naik pesawat seumur-umur pada saat itu).
Kami istirahat sebentar, sambil menunggu temen dari Jakarta. Setelah semua berkumpul, kami pun langsung menuju Wonosari dengan bus, untuk menikmati agrowisata tea plantation. Dimulai dari overview kebun teh Wonosari yakni pengenalan sejarahnya, proses produksi teh, kapasitas pabrik, hingga nyobain teh hasil produksi pabrik. Agrowisata kebun teh Wonosari terletak di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Di deket resto kebun teh, kita bisa melihat kemegahan gunung Arjuno. Gunung Arjuno (terkadang dieja Gunung Arjuna) merupakan gunung berapi kerucut (istirahat) dengan ketinggian 3.339 MDPL (whoah!). Gunung yang terletak bersebelahan dengan Gunung Welirang ini tidak memilki kawah, sehingga asap putih yang biasa terlihat berasal dari Gunung Welirang. Setelah factory visit untuk mendapatkan edukasi proses pembuatan teh, kami mengakhiri kegiatan di tea plantation ini dengan lunch, sebelum melanjutkan lagi perjalanan ke Museum Angkut.
Kegiatan di Museum Angkut super seru, dimulai dari mengeksplorasi kendaraan-kendaraan antik, hingga merasakan bagaimana suasana kabin pesawat Kepresidenan (RI 1), duduk di meja kerja presiden dan berfoto sama eyang panutan kita bersama, eyang Habibie. Paling berkesan juga, melihat atraksi mobil yang cukup menegangkan buat gue yang bukan anak otomotif hahaha (#dilakukan oleh profesional). Ceritanya akan gue simpan buat curhatan lain, ya!
Setelah puas mengelilingi dan mencoba beberapa spot di Museum Angkut, kami melanjutkan perjalanan menuju Jalan Basuki Rahmat, di kawasan Kayutangan, di mana hotel kami berada, buat istirahat. Dinner telah selesai, gue langsung buka WA dan voice call Jaki, buat agendain ketemuan malam ini, karena besokannya (tanggal 18 Desember) jadwal family gathering cukup padet. Gue baru akan kembali ke hotel dari Batu Night Spectaculer sekitar jam 10 malam, jadi perkiraan nyampe hotel 10.45 malam. Ga mungkin yaa gue ajak anak orang nongkrong di jam segitu. Dan yaa, maksimal gue bisa nongkrong sama anak ini, yaa di tanggal 18 Desember, sebab tanggal 19 pagi, gue dan temen-temen akan check-out dari hotel dan melajutkan kegiatan hari terakhir di Kota Batu, ga balik lagi ke Malang. Jadi, daripada berpotensi besar ga ketemu, gue memutuskan di tanggal 17 Desember malam aja, untuk menurunkan potensi itu.
Setelah beberapa menit terbuang, mencari tempat nongkrong yang kira-kira cocok, pilihan akhir gue dan Jaki jatuh di cafe sebelah hotel, Lafayette Coffee & Eatery. Gue excited banget, gue pun siap-siap.
Sambil menunggu Jaki datang, gue coba melihat suasana kafe-nya. "cukup elit yaa", dialog batin gue. "Aku udah ada di depan hotel", kata Jaki melalui pesan WA (kira-kira begitulah inti pesannya). Ini pertama kalinya ketemu langsung sama salah satu sahabat online gue, Jaki. Karena kami cukup minder masuk di Cafe Lafayette Coffee & Eatery, gue dan Jaki memutuskan untuk ngobrol sambil ngopi di Kopi Lonceng, kedai kopi bernuansa vintage.
"Letaknya ga jauh dari sini (Lafayette), cukup nyebrang jalan aja dan jalan beberapa meter" kata Jaki.
Sehabis berfoto di JPO, kami berjalan pelan menuju alun-alun kota. Hawa sejuk, nuansa klasik, dan hampir masuk ke dalam foto orang lain. Yaa, kami berjalan di depan orang-orang yang sedang difoto oleh seseorang. Kami masih berjalan pelan, setelah sadar dengan kegiatan pengambilan foto mereka, barulah kami mempercepat langkah. Absurd!
Setelah sedikit kecewa karena gabisa menikmati es krim Toko Oen, kami lanjut berjalan, dan tibalah di alun-alun. Cukup sepi karena sudah agak malam. Di sini gue diingatkan untuk waspada dan jangan mudah percaya sama orang.
"Jangan mudah percaya sama orang", kata Jaki.
"Lah, emang kenapa? tanya gue.
Di sebelah barat alun-alun, cukup terpukau dengan keberadaan Masjid Jami'. Masjid ini adalah tempat ibadah umat Islam tertua di Kota Malang. Keberadaan kota Malang sebagai daerah yang kental dengan nilai keagamaan tidak dapat disangkal. Hal ini jelas tercermin dalam moto kota penghasil apel tersebut, "Malang Kucecwara," yang mengandung makna bahwa Tuhan akan menghancurkan kebatilan dan menegakkan kebenaran. Proses pembangunan Masjid Agung Jami' dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun 1890 M, sementara tahap kedua dimulai pada 15 Maret 1903 dan selesai pada 13 September 1903. Keunikan masjid ini terletak pada bentuknya yang berupa bangunan bujur sangkar dengan struktur baja, dilengkapi atap tajug tumpang dua. Hingga saat ini, bangunan asli masjid ini tetap dipertahankan. Keindahan Masjid Agung Jami' Malang dipengaruhi oleh dua gaya arsitektur yang berbeda, yaitu gaya Jawa dan Arab. Gaya arsitektur Jawa terlihat melalui empat tiang utama sebagai penyangga masjid dengan konsep soko guru, sementara pengaruh arsitektur Arab terlihat pada bentuk kubah menara masjid dan konstruksi lengkung pada bagian bukaan (https://duniamasjid.islamic-center.or.id).
Waktu sudah mendekati 11.00 PM, setelah puas berfoto, gue dan Jaki bergegas pulang, karena 11.45 PM gue akan menuju Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kec. Sukapura, Kabupaten Probolinggo, untuk mendaki Bromo.
Gue dan Jaki duduk sejenak di kursi yang ada di depan hotel, menunggu driver tiba untuk menjemput Jaki. Tidak lama kemudian, driver-nya pun datang.
"Hati hati yaa, thank you sudah mau direpotkan malam ini"
Cukup sekian cerita di Part I ini. Di bagian ini, gue jadi belajar bahwa organisasi itu penting, selain buat ningkatin skill (both soft and hard), teristimewa, bisa dapet sahabat✨ Kan seru tuh, kalo misalnya kita ke mana-mana ada temen gitu yaa. Always save travels😎
Gabung dalam percakapan